Archive for December 2009

Hitam Putih Pelangi

1 Comment »

Perkenalan Pertama

Trotoar seberang jalan tampak sama saja dengan di depan toko ritel. Beberapa genangan air bekas hujan mewarnai ubin-ubin yang tersusun memanjang. Orang tetap ramai berlalu lalang dengan berbagai kesibukannya serta pedagang kaki lima yang kelihatannya selalu tidak bersemangat namun sibuk dengan barang dagangannya. Tapi bukan itu yang menjadi perhatian utamaku saat ini. Gadis yang berjalan bersamaku ini sudah mencuri pikiranku sejak aku memperhatikan raut wajahnya di depan toko ritel. Senyuman yang sempat terukir di raut wajahnya telah digantikan oleh gelisah. Sama gelisahnya dengan yang sebelumnya. Hal ini membuatku tidak enak hati. Tampaknya dia sedang memikirkan sesuatu sehingga dia tidak begitu mengacuhkan aku yang berjalan disebelahnya.

"Tumben ya, Hari ini turun hujan." Kataku membuka pembicaraan dengan agak canggung. Dia hanya diam. Tidak menjawab. "Haloo....Apa ada orang disini?" Teriakku pelan. Teriakan itu cukup mengagetkannya. Sepertinya ada sesuatu yang dipikirkannya. "Oh..iya, maaf saya tidak mendengar, kenapa?" jawabnya agak sedikit malu namun tetap saja raut wajahnya tidak berubah.
"Sudahlah!, tidak penting, sepertinya kau memikirkan sesuatu" jawabku. Dia diam dan memalingkan wajahnya ke jalanan.
"Ngomong-ngomong, terima kasih telah membantuku menyeberangi jalanan Akhir-akhir ini jalanan sangat ramai. " katanya sambil tersenyum ke arahku. Aku berbalik tersenyum.
"Kau mau ke arah mana?" Tanya gadis itu. Mungkin baru sadar kalau aku berjalan ke arah yang sama dengannya.
"Aku mau ke taman kota untuk beristirahat sebentar, kau sendiri?"
"Kerumah, 2 blok dari taman kota. Arah kita sama." jawabnya singkat dan kembali sibuk dengan dirinya sendiri.

Aku dan gadis itu berjalan dalam diam beberapa saat. Dia sibuk dengan pemikirannya, dan akupun malas mengganggu pemikirannya tersebut. Raut wajahnya tetap segelisah tadi. Agak tidak mengenakan berjalan dalam diam seperti ini, akhirnya akupun berusaha membuka pembicaraan lagi.

"Bagaimana lukisanmu? Kau sepertinya tidak menjual lukisan hari ini?" kataku
"Bagaimana kau tahu kalau aku menjual lukisan?" Jawabnya heran, setengah kaget.
"Aku selalu melihatmu dan lukisan-lukisanmu setiap pagi didepan flatku. Aku tinggal di Flat Tua tepat di depan tempat kau memajang lukisan setiap hari" jawabku
"Oh,,ya pantas aku seakan-akan pernah melihatmu. tapi aku tidak tahu dimana. Ternyata kau tinggal di depan flat itu" jawabnya
"Itukah yang kau pikirkan dari tadi?" kataku. Gadis itu tertawa kecil mendengarnya. Tawa itu sangat manis di wajahnya.
"Tentu tidak, aku tidak akan terlalu memikirkan hal itu TUAN" katanya sambil mengarahkan pandangan melucu kearahku. Akupun tertawa.
"Dari tadi kita belum berkenalan. Sampai-sampai kau memanggilku TUAN" kataku, tersadar kalau ternyata aku belum tahu nama gadis lukisan itu. Dia tersenyum.
Kuangkat tangan kananku kearahnya, "Aku Azul" kataku memperkenalkan diri ketika nada telpon genggamnya memecah suasana. Gadis itu terkejut dan segera merogoh tas yang dibawanya untuk mencari sumber nada dan mengacuhkan tangan kananku.

Dia segera mengangkat telpon genggamnya disaat tangan kananku mulai aku turunkan. Agak sedikit menjauh dariku, dia berbicara penuh konsentrasi dengan telpon genggamnya. Aku tidak tahu siapa yang menelponnya dan apa yang sedang dibicarakannya. dan memang aku tidak ingin mengetahui hal itu. Yang aku tahu, dia hanya mengacuhkan perkenalanku.

Raut wajah gelisahnya kembali muncul. Tampaknya, telepon itu salah satu penyebab timbulnya noda gelisah diwajahnya. Serta sebelum-sebelumnya. Matanya mulai berkaca-kaca. Gadis itu hanya diam mendengarkan telepon itu. dan aku hanya diam menunggu dan memperhatikan gadis itu. Beberapa saat, gadis lukisan itupun memutuskan telponnya dan dengan gusar serta mata masih berkaca-kaca dia berpaling ke arahku. Akupun ikut gusar melihatnya.
"Maaf, Aku harus pergi sekarang. Terima kasih telah membantuku menyeberang" katanya sambil terburu-buru berbalik arah ke arah toko ritel.
"Hei tunggu..." teriakku kearah gadis itu. Tapi dia tidak mengacuhkan teriakanku. Mungkin pikirannya membuat teriakanku tidak terdengar. Dia terus berlari menjauh. Berlari diantara banyaknya orang-orang yang berada di trotoar. Berlari diantara pedagang kaki lima yang sibuk dengan daganganya. Bingung. Aku terus memperhatikan dirinya menjauh. Menjauh dariku. Mataku seakan terikat dengan gadis lukisan itu. Aku pandangi gadis lukisan itu sampai dia benar-benar hilang dari penglihatan dan menyatu dengan kerumunan.

___________________________________________________________________________

Listen : Jeanne Moreau - Jeanne La Francaise
   

Samudera Dua Hati

No Comments »

Ada banyak hati di setiap ujung samudera. Hamparan biru tanpa batas serta angin yang membuat isinya bergoyang. Mungkin hanya senyum dan memang selalu senyum ketika setiap hati berpaling. Pertama kali. Dia berusaha membuat simpul manis di bibirnya. Sewaktu hati berusaha berpaling dari ingatan. Berpaling ke samudra.Tapi hanya sebentar. Simpul manis itu tidak jadi terbentuk. Matanya membiru seperti pantulan cahaya laut di depannya. Biru tak bisa memalingkan hatinya. Karena birupun sudah merajai didalamnya. Titik air mata sekarang telah bergabung bersama samudra. Menuju kemanapun. Entahlah.

Ada banyak hati di setiap ujung samudera. Namun ada dua hati yang sama sekarang ini. Yang satu di ujung yang lainnya. Namun kedua hati itu merasakan hal yang sama. Perasaan lemah, tidak berdaya. Mengapa harus ada samudera apabila hamparan biru inilah yang membuat hati yang satu dan lainnya tidak bertemu dan melampiaskan semua yang ada didalamnya. Hati ini berhubungan, tapi bisa bertemu. Tapi samudera tidak akan pernah kosong. Keduanya dipisahkan oleh hamparan biru tanpa batas serta angin yang membuat isinya bergoyang.

Mungkin pertemuan itu bukan yang pertama. Saat pertama kali pertemuan mata. Kedua hati langsung berbicara sama. Jantungpun menari-nari saat kedua hati saling bicara. Hati berbicara berbagai hal yang menarik hati lainnya mendengarkan. Bagaikan saat itu hanya ada dua hati di dunia. Yang berbicara sama dan saling menenangkan. Sejak bertemu, Sekian lama kedua hati tidak pernah merasa kekurangan. dan tidak pernah berpikir untuk pergi. Tapi, waktu yang melahirkan hidup selalu saja berkuasa. Mengapa kedua hati ini dipisahkan?. Yang berkuasa memang tidak akan pernah adil. dan pertemuan pertama tidak pernah berulang. Mungkin pertemuan itu bukan yang pertama.

Langkah kaki menjadi kuat. Suara hati dan hati saling melepaskan teriakan agar saling terdengar. Diantara hamparan biru yang luas. Diantara angin yang membuat isinya bergoyang. Masih tidak terdengar. Kaki sudah berlari menuju ketengah samudera. Kedua hati masih terus berteriak. Masih belum terdengar. Semuanya buta dan tuli. Karena hati dan teriakannya membuat gila. Samudera seperti tidak ada. Kedua hati sekarang menangis bercampur teriakan yang semakin membuat gila. Masih belum saja terdengar. Kedua hati Teriak. Angin, Biru, Lautan, langkah kaki, tarian jantung, Pertemuan pertama, air mata, hitam..................., Hamparan biru tanpa batas, dan angin yang membuat isinya bergoyang.

Ada banyak hati di ujung samudera. Tapi hanya ada dua hati di tengah samudera. Kedua hati berhasil bertemu. Hamparan biru tanpa batas menjadi pertemuan hati, Angin yang membuat isinya bergoyang mengarahkan kedua hati untuk saling bertemu. Angin atau teriakan hati itulah yang berhasil. Atau saja memang kedua hati sudah ditakdirkan untuk bertemu. Entahlah. dan apakah kedua hati masih bisa saling berbicara sekarang?. Tidak terdengar suara hati. Hanya ada suara angin, air, dan hewan-hewan. Suara Samudera. Hati mereka bertemu, diam ditengah Samudera. Dan hanya ada dua hati yang mati disana.

________________________________________________________________________

Listen : Lindsey Stirling - River Flows in You