Buku kusam dimana berawal butir-butir debu waktu dengan lambat mulai menyelimuti segala ruang lembaran kertas itu. Lembaran itu tidak kosong. Setengah berisi. Halaman dan halamannya diisi setengah tulisan. Entah tulisan apa. Entah lembaran apa. Entah buku apa. Tiada yang tahu. Hanya pena bertinta hitam yang bisu dan bersenang pula dengan kehadiran butir-butir debu. Tiada yang tahu itu sepi kenapa. Dan memang sepi itu yang mengizinkan butir-butir debu bermain dengan buku kusam lembaran setengah berisi. Serta pena hitamnya. tidak dengan tulisannya.
Tahulah sepi itu kenapa. Ditengah ramainya pepohonan di hutan. Rumah itu seperti pendatang asing yang hampir dengan tegap berdiri. Tidak ada pendatang asing lain disekitarnya. Hanya ada dia dan pohon-pohon hijau yang menjadi penjaganya. Walupun pohon-pohon hijau sang tuan tanah, dia tetap menjadi penjaga pendatang asing itu. Memang sudah jalan hidupnya untuk selalu menjadi penjaga dan pembantu. Selalu dijajah pendatang asing. Semakin mendekat, rumah yang hampir dengan tegap berdiri itu ternyata sudah tidak tegap berdiri lagi. Sekali lagi waktu menunjukan taringnya. dan buku kusam lembaran setengah berisi berdiam di rumah tua itu. beserta pena hitamnya. sekarang dengan tulisannya.
Wajah putih pucat tak bergerak dan mungkin berekspresi, tertidur dengan tak teratur di rumah tua di hutan itu. Dikelilingi merah pekat berbau besi yang menyeruap dari pergelangan tangan kirinya, wajah putih pucat itu tampak kacau dan mungkin berekspresi. Ekspresi mati. Hanya ada dia sendiri di rumah tua itu beserta pecahan kaca yang entah pecahan apa dan ruangan yang begitu buruk lantak. Tampaknya salah satu pecahan itu merupakan seniman pembentuk ekspresi mati. Serta Buku kusam lembaran setengah berisi. beserta pena hitamnya. Sekarang masih dengan tulisannya.
Walaupun kusam dan bersahabat dengan butir-butir debu dan ditemani oleh pujangga berekspresi mati, buku itu tidak ikut mati. Tulisan-tulisan didalamnya akan terus bercerita mengenai rumah tua, hutan-hutan, buku kusam, pena hitam, wajah putih pucat, pecahan kaca, dan semua penyebab sepi. Pujangga berekspresi mati telah merangkai tulisan di buku kusam lembaran setengah berisi Gila dan berisi Mati. dan buku kusam lembaran setengah berisi gila dan berisi mati itu terus bermain dengan butir-butir debu dan waktu. Sampai sepi binasa oleh waktu, dan waktu ketika tulisan-tulisan itu terbaca dan dimengerti kembali. Beserta pena hitamnya.
___________________________________________________________________________
Listen : Angus and Julia Stone - A Book Like This
Tahulah sepi itu kenapa. Ditengah ramainya pepohonan di hutan. Rumah itu seperti pendatang asing yang hampir dengan tegap berdiri. Tidak ada pendatang asing lain disekitarnya. Hanya ada dia dan pohon-pohon hijau yang menjadi penjaganya. Walupun pohon-pohon hijau sang tuan tanah, dia tetap menjadi penjaga pendatang asing itu. Memang sudah jalan hidupnya untuk selalu menjadi penjaga dan pembantu. Selalu dijajah pendatang asing. Semakin mendekat, rumah yang hampir dengan tegap berdiri itu ternyata sudah tidak tegap berdiri lagi. Sekali lagi waktu menunjukan taringnya. dan buku kusam lembaran setengah berisi berdiam di rumah tua itu. beserta pena hitamnya. sekarang dengan tulisannya.
Wajah putih pucat tak bergerak dan mungkin berekspresi, tertidur dengan tak teratur di rumah tua di hutan itu. Dikelilingi merah pekat berbau besi yang menyeruap dari pergelangan tangan kirinya, wajah putih pucat itu tampak kacau dan mungkin berekspresi. Ekspresi mati. Hanya ada dia sendiri di rumah tua itu beserta pecahan kaca yang entah pecahan apa dan ruangan yang begitu buruk lantak. Tampaknya salah satu pecahan itu merupakan seniman pembentuk ekspresi mati. Serta Buku kusam lembaran setengah berisi. beserta pena hitamnya. Sekarang masih dengan tulisannya.
Walaupun kusam dan bersahabat dengan butir-butir debu dan ditemani oleh pujangga berekspresi mati, buku itu tidak ikut mati. Tulisan-tulisan didalamnya akan terus bercerita mengenai rumah tua, hutan-hutan, buku kusam, pena hitam, wajah putih pucat, pecahan kaca, dan semua penyebab sepi. Pujangga berekspresi mati telah merangkai tulisan di buku kusam lembaran setengah berisi Gila dan berisi Mati. dan buku kusam lembaran setengah berisi gila dan berisi mati itu terus bermain dengan butir-butir debu dan waktu. Sampai sepi binasa oleh waktu, dan waktu ketika tulisan-tulisan itu terbaca dan dimengerti kembali. Beserta pena hitamnya.
___________________________________________________________________________
Listen : Angus and Julia Stone - A Book Like This