Hitam Putih Pelangi

“Hei, biar aku bantu!”

Udara masih pagi. Hujan rintik kecil sudah mulai menghilang terbawa angin. Matahari pun sudah mulai memunculkan cahayanya. Sepertinya matahari pagi tampak begitu ceria karena telah kembali menghangatkan dengan cahayanya yang lembut. Aku berjalan keluar dari ruanganku dan mengalir menyusuri jalan yang sudah selalu aku pandangi tadi pagi. serta pagi pagi sebelumnya. Kuarahkan langkah dan pikiranku menuju toko ritel yang ada di tepi jalan dua blok dari tempatku. Sesuai dengan rencana yang baru tiba-tiba saja aku putuskan tadi pagi. Aku akan membeli beberapa keperluan setelah itu baru menyegarkan otak dan mencari inspirasi untuk tulisanku di taman kota.

Suasana toko tidak terlalu ramai waktu itu. Mungkin karena pagi. Kulangkahkan kaki menuju masuk ke toko ritel dan mulai mengambil serta memilih barang dan bahan yang memang aku butuhkan saja. Setelah semua selesai, kuarahkan lagi kakiku menuju kasir yang terdapat di sebelah pintu masuk toko untuk membayar barang dan bahan yang telah selesai aku pilih. Ada dua orang di depanku. Wanita tua yang sibuk mengeluarkan belanjaan kosmetiknya di kasir serta pemuda tegap yang tampaknya hanya memilih roti serta minuman saja untuk belanjaannya. Sembari menunggu, ku lepaskan pandaganku ke sekeliling dan jatuh ke pemandangan di luar toko. Toko ini memang berada di tepi jalan umum. di bahu jalan, tampak penjual koran dan majalah dengan wajah bosan menunggu pembeli yang haus akan huruf-huruf, seorang ibu yang tengah menarik tangan anaknya dengan tegas untuk berjalan lebih cepat menyusuri bahu jalan, dan seorang gadis yang sepertinya tidak asing bagiku.

Wajah gadis yang tidak asing itu sepertinya melukiskan noda gelisah di rautnya. Dan noda itu, entah kenapa sangat menggangguku. Tidak biasanya wajah putih polos itu menampakan noda semacam itu. Cepat-cepat aku membayar belanjaan ku dan berjalan setengah berlari menuju tempat gadis lukisan itu. Aku sangat penasaran dengan noda itu.

Gadis penjual lukisan itu berjalan hendak menyeberangi jalanan yang sudah terlalu ramai dengan kendaraan. Tampak ragu-ragu melihat ke kiri dan ke kanan.

“Hei, biar aku bantu!” kataku setengah berteriak ke arahnya. Dia Tampak ragu-ragu dan setengah kaget mendengarnya. Ku lepaskan senyumanku ke arahnya. Dan dia balik tersenyum. Setengah tersenyum. Ternyata senyuman setengahnya itu cukup manis dan membuatku agak canggung. Dan dia bersama aku berjalan hati-hati menyeberangi sungai kendaraan pagi itu. itu pertama kalinya aku bersuara kepada gadis yang selama ini hanya selalu aku lihat di saat pagiku bersama dengan lukisan-lukisannya.

_________________________________________________________________________

Listen : Tin Hat - Osbome Avenue
 

This entry was posted on Thursday, October 15, 2009. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply